Begitu
banyaknya perihal hidup yang takkan pernah kita ketahui. Dan bagi pria itu,
saban ini adalah waktunya mengungkapkan halnya yang tersembunyi dari dulu. Ada
yang tak mampu disingkap dari dulu, tentang rahasia perihal hati, dan meluas
merebak menghujam perasaan.
“Tentang
perempuan, dan sialnya, ini tentang dua orang perempuan”, katanya.
Yang
entah kenapa merusah sistem hati, dan menyeretnya masuk ke dasar palung, tempat
kenangan meraung, dan lamunan menjadi kawan bersama.
“Yang pertama”, ujarnya.
“Sosok
indah menawan, dengan segala keanggunannya tentang wanita. Cantik, feminim, dan
memesona. Wajahnya bak oasis di padang gurun, menenangkan. Dia, yang ku sebut
sebagai cinta pertama dalam hidup. Memecahkan denyut jantungku, merusak merona
saraf wajahku, membekukan persendian setiap sudut tubuhku, dan canggung adalah
kawanku ketika dia di sekitarku”, sambungnya.
Betapa
pria itu ingin sekali melihatnya, satu kali saja, sudah cukup.
“Yang kedua”, lanjutnya.
“Dia
perwujuban dari sosok nan misterius. Selalu menimbulkan pertanyaan dalam khayalku,
menghancurkan semua sistem pikiran tentang perempuan, Membuatku selalu mengutuk
diri setiap bertemu. Cantik, tomboi, dan misterius. Dia yang disebut dalam
pikiranku setiap hari”, dengan tatapan menembus cakrawala pria itu bercerita.
“Betapa
aku ingin selalu bercerita dengannya. Betapa aku ingin bertengkar dengannya. Betapa
aku ingin cemburu melihatnya bercengkrama dengan lain, Betapa aku memikirkannya
setiap waktu, Dan dia adalah betapa ku”, tandas pria itu cemara itu.
Kau
mungkin berpikir bahwa pria cemara itu lelaki kurang ajar. Memikirkan perihal 2
perempuan sekaligus dalam hatinya. Dan kutukan akan menghujam dari palung
lidahmu, padanya. Tapi itulah pria cemara, dengan segala keterasingan, dengan
segala perasaan. Jujur adalah pilihannya saat ini.
“Dan
sialnya, mereka, yang kusebut tadi”, tak hentinya pria itu bercerita.
“Hanya
ada dalam jagad harapanku, bukan nyataku. Sebab nyataku tak pernah seberuntung
itu,Mereka berlalu, tak memandang lalu, hanya berlalu. Tanpa melihat”.
Aku
terdiam. Tanyaku merasuk dalam – dalam.
“Dan
aku masih bertanya pada khayalku, mana yang harus ku kejar?”, pria cemara itu
bertanya angannya. Sudah tak di dunia ini dia sekarang.
“Ataukah
harus ku biarkan mereka berdua pergi. Lalu mengutuk diri sebab membiarkan
halnya berlalu”, tak henti ia menggigau.
Aku
terlalu bingung sekarang. Dan waktu tak mau kompromi, ia tak membiarkanku bicara
sejenak. Pria itu tak mau mendengarkanku. Dan aku juga, tak tau harus berkata
apa. Bisa apa aku perihal ceritanya? Kisahku cintaku juga tak pernah mulus.
“Ah,
aku lupa mengatakannya padamu, biar ku luruskan dahulu. Mereka berdua, yang ku
ceritakan tadi, tak merasakan hal yang sama padaku, mereka berdua punya cinta
masing-masing. Dan aku, adalah pejuang dari cinta nan semu, dan pilihanku ada
dua, pertama memutuskan untuk siapa, dan kedua, berusaha memenangkan hatinya”,
pria itu menggingau sendiri.
Aku
ingin menenangkan pria itu, tapi ia mengubah topik. Sekarang ia bercerita tentang
politik. Ah! Akhirnya selesai juga pria cemara itu bercerita perihal cintanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar