Roman (5) - Dialog Khayal

Sebuah catatan kecil tentang hidup yang semakin tidak hidup

Breaking

Sabtu, 11 November 2017

Roman (5)

Begitu banyaknya perihal hidup yang takkan pernah kita ketahui. Dan bagi pria itu, saban ini adalah waktunya mengungkapkan halnya yang tersembunyi dari dulu. Ada yang tak mampu disingkap dari dulu, tentang rahasia perihal hati, dan meluas merebak menghujam perasaan.
“Tentang perempuan, dan sialnya, ini tentang dua orang perempuan”, katanya.
Yang entah kenapa merusah sistem hati, dan menyeretnya masuk ke dasar palung, tempat kenangan meraung, dan lamunan menjadi kawan bersama.
Yang pertama”, ujarnya.
“Sosok indah menawan, dengan segala keanggunannya tentang wanita. Cantik, feminim, dan memesona. Wajahnya bak oasis di padang gurun, menenangkan. Dia, yang ku sebut sebagai cinta pertama dalam hidup. Memecahkan denyut jantungku, merusak merona saraf wajahku, membekukan persendian setiap sudut tubuhku, dan canggung adalah kawanku ketika dia di sekitarku”, sambungnya.
Betapa pria itu ingin sekali melihatnya, satu kali saja, sudah cukup.
Yang kedua”, lanjutnya.
“Dia perwujuban dari sosok nan misterius. Selalu menimbulkan pertanyaan dalam khayalku, menghancurkan semua sistem pikiran tentang perempuan, Membuatku selalu mengutuk diri setiap bertemu. Cantik, tomboi, dan misterius. Dia yang disebut dalam pikiranku setiap hari”, dengan tatapan menembus cakrawala pria itu bercerita.
“Betapa aku ingin selalu bercerita dengannya. Betapa aku ingin bertengkar dengannya. Betapa aku ingin cemburu melihatnya bercengkrama dengan lain, Betapa aku memikirkannya setiap waktu, Dan dia adalah betapa ku”, tandas pria itu cemara itu.
Kau mungkin berpikir bahwa pria cemara itu lelaki kurang ajar. Memikirkan perihal 2 perempuan sekaligus dalam hatinya. Dan kutukan akan menghujam dari palung lidahmu, padanya. Tapi itulah pria cemara, dengan segala keterasingan, dengan segala perasaan. Jujur adalah pilihannya saat ini.
“Dan sialnya, mereka, yang kusebut tadi”, tak hentinya pria itu bercerita.
“Hanya ada dalam jagad harapanku, bukan nyataku. Sebab nyataku tak pernah seberuntung itu,Mereka berlalu, tak memandang lalu, hanya berlalu. Tanpa melihat”.
Aku terdiam. Tanyaku merasuk dalam – dalam.
“Dan aku masih bertanya pada khayalku, mana yang harus ku kejar?”, pria cemara itu bertanya angannya. Sudah tak di dunia ini dia sekarang.
“Ataukah harus ku biarkan mereka berdua pergi. Lalu mengutuk diri sebab membiarkan halnya berlalu”, tak henti ia menggigau.
Aku terlalu bingung sekarang. Dan waktu tak mau kompromi, ia tak membiarkanku bicara sejenak. Pria itu tak mau mendengarkanku. Dan aku juga, tak tau harus berkata apa. Bisa apa aku perihal ceritanya? Kisahku cintaku juga tak pernah mulus.
“Ah, aku lupa mengatakannya padamu, biar ku luruskan dahulu. Mereka berdua, yang ku ceritakan tadi, tak merasakan hal yang sama padaku, mereka berdua punya cinta masing-masing. Dan aku, adalah pejuang dari cinta nan semu, dan pilihanku ada dua, pertama memutuskan untuk siapa, dan kedua, berusaha memenangkan hatinya”, pria itu menggingau sendiri.

Aku ingin menenangkan pria itu, tapi ia mengubah topik. Sekarang ia bercerita tentang politik. Ah! Akhirnya selesai juga pria cemara itu bercerita perihal cintanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar